In Your Eyes (Chapter 8)

in your eyes 2

Title : In Your Eyes

Author : PinkyPark (@putrii_tasha) & Potterviskey (@yrkim19)

Main Cast : GG’s Im Yoona & EXO’s Park Chanyeol

Supporting Cast : GG’s Jung Sooyeon, EXO’s Kim Jongin, OC

Genre : Romance, Fluff, Family, Hurt

Rating : G

Length : Chaptered

Disclaimer : We own this fic’s plot and idea only. Cast belongs to God. So please respect with your comment. Don’t copy-paste or plagiarism! Thanks! and enjoy reading guys 🙂

 

= Chapter 8 – Just Love You =

Kau pernah mengerti tentang betapa sesaknya aku saat gadis itu menangis? Tidak. Tentu saja tidak, karena kisah cinta ini—hanya terjadi pada aku dan dirinya.

.

.

Chanyeol terdiam. “Ka-kami tidak-“

“Ah, Im Yoona. Kita bertemu lagi,” Sooyeon memotong, gadis itu tersenyum puas lantas mengambil selangkah maju mendekati Yoona. “Kau pasti penasaran siapa aku sebenarnya bukan?.” Sooyeon melempar tanya sinis pada Yoona. Dibelakangnya, Chanyeol berdiri gusar. Pria itu ingin sekali menarik Yoona pergi. Namun, tubuhnya enggan beranjak. Seperti patung –kaku.

Minhwa dan Youngran berpandangan untuk beberapa detik, lantas menatap Chanyeol yang kini pucat pasi. “Oppa, apa yang kau lakukan? Bawa Yoona eonni pergi!” Minhwa berbisik, kakinya menghentak panik. Menatap Chanyeol yang masih saja mematung, bahkan tak merespon ucapannya.

Youngran ambil alih, ia menatap Sooyeon yang kini mengulurkan tangannya pada Yoona. “Eonni, ayo kita pergi.” Katanya, bersikeras membawa tangan Yoona pergi.

“Kenalkan, aku Jung Sooyeon –calon tunangan Park Chanyeol.”

.

.

Bunyi ‘Brak’ yang kencang menyambut gendang telinga Minhwa ketika gadis itu baru saja melangkah masuk kedalam rumah. Minhwa mendesah frustrasi. Ia tahu, suara itu pasti berasal dari pintu kamar sang kakak. Beralaskan rasa khawatir yang kental. Gadis itu segera berjalan terburu-buru, menghampiri Park Chanyeol –yang ia yakini pasti telah mengurung diri dibawah bantal.

“Pergi!.” Chanyeol berteriak dibawah bantal di detik setelah Minhwa melompat keatas ranjang dimana Chanyeol tidur menelungkup.

Gadis itu berdecak, merebahkan diri di samping Chanyeol. “Kau cengeng sekali.”

Minhwa tidak bermaksud mengejek –lebih bisa dikatakan menghibur. Dibanding Park Chanyeol, sejatinya gadis itu dua kali lipat lebih membenci Jung Sooyeon.

Chanyeol tidak merespon, pun berbalik untuk sekedar membuktikan pada Minhwa jika tak ada satupun lelehan air mata di pipinya. Ia hanya ingin bungkam, merajut hal-hal pelik di kehidupannya untuk berubah menjadi lebih baik dalam pikirannya. Dan sayangnya itu hanya sia-sia.

“Sabarlah, Yoona eonni pasti akan segera memaafkanmu.” Minhwa berucap kembali, menggugurkan keheningan yang tercipta diantara keduanya dalam bilangan beberapa detik yang lalu.

Chanyeol tetap bungkam. Namun kini, kaki pria itu menendang-nendang angin dengan sembarang. Chanyeol menggeram kesal.

Minhwa tentu saja harus bangun jika tak ingin kaki sang kakak yang membangunkannya, gadis itu mendecih, “Dasar pria!,” Katanya lantas melenggang pergi.

.

.

Angin desember sesekali bertiup kencang. Youngran masih berdiri disana –dibalik pohon eks dengan kaki yang mulai gemetar kedinginan. Lelehan airmata dipipinya bahkan telah kering tersapu angin. Meski begitu, gadis itu tak lekas pergi. Kendati jika ia sampai rumah ia yakin akan mendapatkan kehangatan berpuluh-puluh kali lipat dari t-shirt tipis yang ia kenakan.

Langit mulai menghitam—Ia tidak menyadarinya. Gadis itu hanya berdiri dengan rasa khawatir yang kental seraya mengawasi punggung Yoona yang masih saja bergetar dikejauhan.

Youngran pikir Yoona marah padanya –mengingat bagaimana cara gadis itu bicara padanya beberapa waktu yang lalu.

“Apa kau juga tahu?,” Tanya Yoona dingin ketika Youngran barusaja mensejajarkan langkahnya dengan Yoona.

Youngran menunduk, tak berani bertemu tatap dengan mata sayu Yoona yang kian memerah disepersekian detiknya. Gadis itu memelintir t-shirt yang ia gunakan. Dengan tergagap, ia berucap “I-ini tidak se –“

“Jika kau tahu kenapa kau menyembunyikannya juga dariku?,” Yoona menyerbu dengan tanya menyakitkan. Membuat gadis kecil itu mematung –bersama rasa bersalah yang kian menggumpal.

“Bukan begitu eonni, aku hanya –“

“Pulanglah. Jangan khawatir, aku akan kembali.” Yoona kembali memotong. Ia menyunggingkan senyum tipis pada Youngran, senyum kesakitan yang baru kali ini Youngran lihat kembali setelah sekian lama. Yoona berbalik lantas merajut langkah pergi dan menghilang di persimpangan jalan.

Dan taman ini menjadi persinggahan Yoona. Youngran tentu saja lebih memilih mengikuti Yoona diam-diam daripada ia pulang dengan rasa bersalah yang semakin menjadi. Setidaknya, dengan begitu Youngran tahu bahwa Yoona tidak melakukan hal-hal konyol –meskipun hal itu memang tak akan terjadi.

“Kim Youngran!,”

Youngran berjengit, gadis itu hampir saja berteriak ketika seseorang tiba-tiba menepuk pundaknya –tanpa kelembutan sama sekali.

“Aissh, Yak~! Kau mengagetkanku!.” Youngran melotot, mengelus dadanya beberapa kali lantas menatap sebal pada pria dihadapannya yang kini mendecih kegirangan.

“Kenapa kau menyuruhku kemari? Dan eyy kau menangis?,” Jongin tertawa renyah –lebih renyah bahkan dibandingkan dengan kue ikan yang dijual sang ibu.

“Berhenti menertawakanku!,” Youngran menendang tulang kering Jongin; membuat pria itu mengaduh kesakitan karenanya.

Gadis itu mengusap wajahnya, kemudian menatap Jongin lesu. Youngran bertanya, “Kenapa kau lama sekali?,”

“Jangan bertele-tele! Aku ada latihan sebentar lagi. Apa yang kau sebut penting itu hingga menyuruhku kemari hah?”

Youngran mendecih. “Aku bahkan tak yakin setelah ini kau akan benar-benar pergi latihan.”

Jongin memutar bolanya sebal. “Cepatlah bo—“ Katanya terpotong ketika Youngran mendorong tubuhnya hingga menghadapkannya ke arah utara. “Ajak Yoona eonni pulang. Aku takut dia jatuh sakit jika terlalu lama duduk disana.”

Alis Jongin berpaut. Matanya memincing ke arah seorang gadis yang terduduk di salah satu bangku taman. “Yoona? Ada apa dengannya?,” Jongin berbalik. Pria itu berdecak ketika di dapatinya Youngran telah beranjak dari tempatnya.

Jongin kembali mengarahkan pandangannya pada Yoona. Tanpa pikir panjang pria itu segera berlari kecil menghampirinya. “Awas saja jika Park Chanyeol ada di balik ini semua.”

.

.

“Lalu, apa katanya?,” Gadis bernama Hwang Sojin bertanya. Kedua gadis yang lainnya ikut mendengarkan ketika Sooyeon kembali berbicara.

“Dia tidak berbicara apa-apa setelah aku mengatakannya. Dengan wajah yang memilukan itu, apalagi yang bisa ia lakukan selain berlari pulang dan menangis dikamarnya.” Sooyeon tertawa renyah di akhir kalimatnya. Ketiga temannya ikut tertawa.

“Ah, aku ingin sekali melihat ekspresi wajahnya saat itu,” Hyura bicara di sela-sela tawanya. Kedua temannya yang lain mengangguk mengiyakan.

Sooyeon berdehem ketika dirasa tawanya sudah cukup. Ketiga temannya ikut menghentikan tawa mereka.

“Jadi, tak ada penghalang lagi untuk hubunganmu dengan Park Chanyeol?,” Minha, yang sedari tadi diam kini melempar tanya. Gadis dengan rambut diberi warna coklat pekat itu mengedipkan matanya genit.

Sooyeon tersenyum, lantas mengangkat bahunya. Gadis itu beranjak dari ranjangnya dan berjalan ke arah pintu. Ia menjawab sebelum kakinya melangkah keluar. “Kemungkinan besar jawabannya ya. Tapi aku sedikit ragu dengan Park Minhwa; sepertinya dia terlalu banyak ikut campur dengan urusan cinta kakaknya.”

.

.

.

“Kau baik-baik saja?,”

Yoona mendongak, menemukan Kim Jongin yang kini mengulurkan sebuah sapu tangan. Gadis itu tidak menyambutnya, pun menjawab pertanyaan Jongin –Yoona kembali menunduk.

“Apa yang terjadi hingga gadisku ini belum pulang dan menangis disini, hm?,” Jongin mendudukan diri disamping Yoona, lantas menarik dagu Yoona hingga akhirnya pria itu menemukan lelehan air mata di pipi tirus –gadisnya—. Jongin mengusap air mata itu dengan sapu tangan berenda yang di ulurkannya tadi.

Yoona belum menjawab hingga Jongin selesai dengan sapu tangan dan pipi gadis itu.

Keduanya diam –memandang langit senja yang semakin menghitam. Lampu taman yang temaram menyala dengan otomatis kala Jongin mengerjap. Sesekali, Jongin akan mendengar segukan kecil dari Yoona –gadis itu masih belum menghentikan tangisnya.

“Aneh sekali,” Jongin kembali membuka suara.

Yoona menunduk kembali, semerta-merta mengusap pipi nya dengan sapu tangan Jongin yang entah kapan sudah berada di tangannya. Beberapa detik setelahnya, Yoona menoleh. “Apa yang aneh?,”

Jongin terkekeh, “Kau tidak memukul bahu ku ketika aku memanggilmu dengan sebutan gadisku?,”

Yoona melempar pandangan ke depan, “Kau tahu aku disini?,” Ia balas bertanya. “Pasti Youngran yang menyuruhmu kemari, benar?,” Tanyanya lagi.

“Aku benci mengatakan bagaimana gadis itu menelpon ku berkali-kali. Tapi ya, begitulah.”

Yoona mengangguk tahu. Saat dimana Youngran mengikuti nya hingga ke taman ini, Yoona sudah yakin; gadis itu pasti akan menghubungi seseorang karena terlalu panik. Sempat berpikir bahwa Yuri atau Sooyoung yang akan Youngran hubungi, diluar ekspektasi nya –yang gadis itu hubungi adalah Jongin. Sedikit-banyak heran karena sejatinya hubungan kedua nya tak bisa dibilang damai-damai-saja, walaupun itu hanya dalam sambungan telepon.

Keduanya kembali terdiam, langit sudah gelap dan mendung ketika keduanya sadari.

“Beberapa jam yang lalu, aku bertemu dengan Yoona di rumah. Ia membuatkan sarapan untukku dan Youngran dengan senyum ceria yang sedetik pun tak pernah hilang dari wajahnya. Ketika aku bertanya apa yang membuatnya begitu bahagia akhir-akhir ini, Yoona tak menjawab, ia hanya tersenyum malu-malu dengan pipi merona dan menyuruhku untuk berhenti menggodanya. Aku tertawa melihatnya menutupi wajahnya yang memerah,” Jongin berbicara panjang. Ia menatap manik Yoona yang juga menatapnya.

Apa Park Chanyeol yang membuatmu terluka?

Jongin mengalihkan pandangannya dari mata sembab Yoona, ia mengepalkan tangannya. Jongin berdehem, ia kembali berbicara. “Beberapa menit yang lalu, aku bertemu dengan Yoona lagi di taman. Ia duduk sendirian. Dia tak seperti Yoona yang begitu ceria akhir-akhir ini. Yoona kami, terlihat begitu rapuh hari ini. Ketika aku bertanya apa yang membuatnya menangis, Yoona tak menjawab, ia hanya menunduk dengan punggung yang bergetar. Matanya sangat sembab tapi ia tidak menyadarinya,” Jongin berhenti bicara, ia menghela nafas panjang.

Yoona mengusap kedua pipinya. Ia tak mau menangis lagi disini. Tubuhnya beranjak, “Ayo pulang,” Katanya lantas berjalan mendahului Jongin.

Jongin terpaku. Dalam diam, ia kembali bercerita; Dan Yoona pergi sebelum aku sempat menyelesaikan ceritaku.bukankah ini lucu? Kukira tuhan memang menyiratkan takdir tentang aku yang tidak akan pernah berjalan disampingnya,

Pria itu beranjak, berjalan mengekori Yoona.

Jongin mengakhiri ceritanya;

Aku terluka melihatnya terluka.

.

.

Ini sudah tinggal sepuluh menit lagi sebelum bel masuk berkumandang. Namun Park Chanyeol masih berdiri disana. Di halteu tempat ia bertemu kali pertama dengan Yoona.

Jika saja kemarin Yoona menjawab teleponnya atau setidaknya membalas salah satu pesan yang ia kirimkan; Chanyeol tidak akan sekhawatir ini.

Pandangan Chanyeol mengedar, ia menatap kearah belokan di persimpangan jalan dimana Yoona selalu muncul dari sana dengan senyum manisnya. Tapi pagi ini, Yoona belum juga muncul. Sedikit terheran karena sekalipun Yoona berangkat lebih pagi, pria itu telah berdiri di halteu itu bahkan sebelum mentari menampakan sinarnya.

Ayolah, kau dimana Yoona-ya?

Pria itu melirik arloji nya sekilas. Waktu berjalan begitu cepat sampai-sampai hanya tersisa beberapa menit lagi sebelum Chanyeol mendapatkan gerbang sekolahnya sudah tertutup.

Ponselnya bergetar dalam saku. Mata Chanyeol berbinar, dengan segera ia mengambil ponselnya –barangkali pesan masuk dari Yoona bahwa gadis itu sakit atau berhalangan masuk sekolah –ini tidak seperti Chanyeol mengharapkan gadis itu sakit, hanya saja; Itu lebih baik daripada menerima kenyataan Yoona menghindariku, begitu pikirnya.

Bibir Chanyeol mengatup ketika ia membuka pesannya. Itu bukan dari Yoona. Hanya pesan masuk dari Baekhyun –sahabatnya.

Ya! Park Chanyeol! Kau dimana? Apa kau lupa dengan tes Mr. Goo pagi ini?

.

.

Park Chanyeol berdiri dengan tidak sabaran, tangannya meremas ponsel yang bahkan belum menyala semenjak pria itu berdiri disana, itu tanda nya; Yoona belum membalas pesannya.

Ini sudah lewat hampir dua puluh menit dari bel pulang, tapi Chanyeol belum juga melihat Yoona melewati gerbang sekolahnya. Apa Yoona memang tidak pergi sekolah hari ini?

Segerombolan gadis keluar dari gerbang, mata mereka menangkap Park Chanyeol yang berdiri di antara pohon persik yang tumbuh di pinggiran jalan. Beberapa gadis itu tersenyum pada Chanyeol, detik setelahnya mereka berbisik-bisik seraya memandangi Chanyeol dengan senyum genit khas gadis-gadis remaja.

Chanyeol tidak tertarik sama sekali. Pria itu membuang muka. Ia melirik arloji nya, juga mengecek ponselnya sesekali. Tidak ada yang berubah selain jarum jam yang sudah berpindah ke angka yang lebih besar dan juga, rasa pegal yang mulai dirasakan pria itu.

“Tidak. Tidak. Kau tidak cocok dengan warna merah muda, Sooyoung.”

Chanyeol mengabaikan rasa pegalnya ketika ia mendapati dua gadis –yang ia ketahui sebagai sahabat Yoona—berjalan keluar dari gerbang.

“Tidak cocok lagi? Lalu apa yang cocok untukku Yuri?,” Sooyoung berdecak sebal.

Chanyeol buru-buru mendekati dua gadis itu sebelum keduanya berjalan lebih jauh. “Maaf,” Katanya sopan.

Sooyoung dan Yuri menoleh bersamaan, keduanya mengernyit menatap Chanyeol.

“Kau, bukankah kau Park Chanyeol?,” Sooyoung bertanya memastikan. Chanyeol mengangguk.

“Ah maaf mengganggu kalian. Boleh aku bertanya?,”

“Tentang Yoona ‘kan?,” Yuri menebak. Gadis itu membenarkan buku-buku di pelukannya yang merosot. Chanyeol kembali mengangguk.

“Apa Yoona tidak sekolah hari ini?,” Tanyanya khawatir, menatap kedua gadis cantik itu bergantian.

Sooyoung dan Yuri bertatapan sejenak kemudian keduanya menggeleng.

“Aku tidak bertemu dengannya di halteu tadi pagi, dan lagi aku tidak melihatnya keluar sedari tadi,” Chanyeol kembali berbicara. Ia menggaruk rambutnya kebingungan.

“Yoona sekolah hari ini.” Sooyoung menjawab. Dan Yuri mengangguk mengiyakan.

“Eh?,”

“Ya, dia langsung pamit pulang setelah jam terakhir. Errr, dan lagi sepertinya dia pergi dengan terburu-buru,” Sooyoung menjelaskan, gadis itu menatap heran pada Chanyeol yang kini terlihat semakin kebingungan.

“Ia terburu-buru karena Jongin sudah menunggunya,” Yuri berbicara pada Sooyoung, sedikit memajukkan bibirnya dan lagi-lagi membenarkan buku-buku dipelukannya.

“Benarkah? Ah, tadi pagi aku juga melihat Yoona diantarkan Jongin.” Sooyoung menimpali—kali ini menatap Chanyeol penuh tanya, seolah bertanya, Hey apa ada yang salah dengan kalian?

Chanyeol hanya terdiam seraya mendengarkan. Hantinya mencelos, Jadi, Yoona berangkat bersama Jongin?

“Tunggu,” Yuri membuat Chanyeol dan Sooyoung beralih menatapnya. Gadis dengan beberapa buku dipelukannya itu menatap Chanyeol, “Apa kau dan Yoona sedang bertengkar?,”

Chanyeol tersedak.

“Ah, Yuri benar. Apa kalian sedang bertengkar? Sikap Yoona begitu berbeda hari ini. Benarkan Yuri?,” Sooyoung mengangkat jari tunjuknya sebatas dagu. Yuri mengangguk.

Chanyeol memaksakan sebuah senyuman. Lantas, pria itu menggeleng. “Tidak, hanya sedikit nggg baiklah aku pamit dulu, terimakasih.”

.

.

“Bagaimana? Apa katanya?,” Chanyeol buru-buru bertanya setelah Minhwa kembali lagi ke hadapannya.

Gadis cantik dengan dress polkadot biru muda itu hanya menggeleng ragu, “Bahkan Youngran sendiri belum sempat berbicara dengan Yoona eonni sejak kemarin.” Katanya lesu.

Chanyeol mendesah untuk kesekian kalinya. Pria itu merebahkan diri di atas karpet. Beberapa kali ia menggumam tak jelas.

“Apa kau sudah mencarinya ke tempat ia bekerja?,” Minhwa menatap iba pada sang kakak, gadis itu merebahkan diri di atas sofa. Menyandarkan kepalanya yang sepertinya sangat pening hari ini.

Chanyeol mengangguk tak bersemangat. “Salah satu pegawai bilang Yoona mengambil cuti untuk tiga hari kedepan.”

“Ah, kupikir Yoona eonni memang berniat menghindarimu, oppa.”

“Apa? Hei! Seharusnya kau menghiburku sekarang. Ini juga salahmu. Kenapa kau pergi dengan Sooyeon kemarin hah?”

Minhwa mendecih. “Ya ya ya. Aku tahu. Aku sudah bilang aku minta maaf. Kenapa kau selalu mengungkitnya?,” gadis itu berjengit di sofanya—menatap kakaknya dengan sebal.

Sang kakak terdiam untuk beberapa saat, kemudian bangkit dan  mengecek ponselnya. Detik selanjutnya, ia meloncat ke ranjang dan menarik selimut.

Minhwa baru saja akan kembali berbicara ketika ia mendengar suara klakson mobil. Mengabaikan Chanyeol yang kini mulai berteriak seperti orang gila –Minhwa berjalan ke arah jendela.

Matanya membulat.

Oppa, ini buruk.” Katanya panik.

Chanyeol tak mendengarkan. Pria itu masih berteriak.

Oppa! Mereka datang!,”

.

.

Jongin mengintip dari celah pintu. Hanya sebentar lantas menutup pintu itu rapat. Di dalam gelap, tapi Jongin dapat melihat dengan jelas; Yoona tengah tertidur membelakanginya. Masih tersisa kurang lebih lima jam lagi sebelum tengah malam, Jongin tahu; Yoona hanya berpura-pura tidur.

Jongin beranjak keluar rumah. Youngran yang tengah duduk di ayunan kecil di samping rumah menoleh ketika pintu berderit.

“Minhwa-ya. Akan ku hubungi lagi nanti.” Youngran berbicara kepada ponselnya, detik selanjutnya ia menjauhkannya segera. Gadis itu menyambut Jongin yang berjalan ke arahnya –menepuk dua kali ayunan lain di samping gadis itu.

Jongin duduk dengan malas. Pria itu mendecih, katanya “Kau masih berhubungan dengan adik Park Chanyeol itu?”

Youngran mengangguk ragu. “Ya. Kami teman.”

Jongin tertawa. Youngran mengernyit bingung, ia baru saja akan bertanya tentang apa yang di tertawakan Jongin akan tetapi bayangan Yoona tiba-tiba terlintas di benaknya.

“Bagaimana?” Youngran bertanya penasaran –lebih terdengar khawatir, sebenarnya. Jongin menghentikan tawanya, ia menatap Youngran bingung, namun beberapa detik setelahnya pria itu menggeleng. “Tak ada yang berubah.” Katanya lesu.

“Sebenarnya apa yang terjadi?,” Jongin menatap Youngran yang kini menundukan kepala sembari memelintir ujung sweater abu yang dikenakannya.

Youngran sebenarnya tak berniat menjawab, tapi “Kalau kau tak menjawab pertanyaanku lagi, akan ku katakan pada Ibu jika kau mencuri uang di dompetnya minggu lalu.” Jongin mengancamnya.

“Ya~!.”

“Cepat katakan.”

“Tidak mau, lagipula aku—tidak mencuri uang Ibu.” Youngran berkilah, ia berbicara dengan pelan.

Jongin mendecih kembali, “Kuhitung samapai tiga, oke?”

Youngran melotot, ia mengibaskan kedua tangannya beberapa kali dihadapan Jongin. “Kubilang aku tidak mencuri!”

“Satu.”

“A—aku, hanya meminjam.”

“Dua.”

“Lagipula sudah kukembalikan.”

“Ti—“

“Kim Jongin. Aku bersumpah aku membencimu!.”

Jongin tersenyum penuh kemenangan, di hadapannya Youngran sudah berdiri dengan tangan yang direntangkan –menghalangi Jongin untuk masuk kedalam rumah. “Jangan katakan pada Ibu. Aku akan memberitahumu.”

.

.

Suasana restoran itu menawarkan kehangatan dan kenyamanan lewat lampu-lampu yang benderang. Asap masih mengepul di setiap sajian hidangan yang menggoda. Tapi, Park Chanyeol tak sedikitpun merasa hangat dan nyaman semenjak topik pembicaraan mengarah pada dirinya dan juga gadis dihadapannya –yang setiap saat selalu tersenyum manis pada pria itu—. Dan asal tahu saja, Chanyeol tidak pernah merasa sejijik itu pada sesuatu hal di dunia ini.

Park Minhwa tidak jauh berbeda. Gadis itu berubah menjadi diam semenjak makanan datang, hanya bergumul dengan pisau dan garpu di hadapannya. Sesekali, Minhwa akan mendecih ketika Jung Sooyeon tersenyum padanya atau barangkali memutar bola matanya dengan bersemangat—seolah mengatakan, demi apapun aku sangat membencimu!

“Apa kau tahu? Putriku ini begitu bersemangat ketika aku bilang kita akan makan malam bersama.” Tn. Jung terkekeh diakhir kalimatnya, begitu juga dengan tiga orang paruh baya di sekelilingnya. Sooyeon tersenyum malu-malu, pipinya bersemu.

“Aigoo, lihat! Sooyeon kita merona.” Tn. Park menggoda. Membuat yang lain tertawa. Park Chanyeol masih diam tanpa ekspresi, ia menatap Sooyeon sekali lantas mengalihkan pandangannya ke arah lain.

Tanpa Chanyeol sadari, sang ayah sedari tadi memperhatikan setiap gerak-geriknya. Pria paruh baya itu berdehem, lantas membuat Chanyeol mengalihkan pandangan sepenuhnya kepada pria itu. Mata Chanyeol membulat, ia menatap sang ayah yang berbicara serius dengan geram. Minhwa tak jauh berbeda, gadis itu sudah sekian kalinya menyikut lengan sang ibu untuk mengajaknya pulang.

Katanya, “Jadi, kapan hari pertunangan mereka dilaksanakan?”

.

.

“Jadi semua ini memang benar-benar karena Park Chanyeol?,”

Youngran mengangguk. Sedikit-banyak menatap cemas sang kakak. “Kau sebaiknya jangan ikut campur,” Katanya lirih.

Jongin tersenyum sinis. Ia berbicara sarkatis “Jadi, aku harus diam saja melihat Yoona seperti itu?,”

Youngran menggeleng. “Bukan, maksudku bukan seperti itu.”

“Sudahlah. Jangan ha—“

“Daripada kau menambah masalah, bukankah lebih baik jika kau membantu kami?” Youngran dengan cepat memotong.

Mata Jongin memincing. “Apa maksudmu?”

Youngran menghela nafas panjang. Gadis itu kembali duduk di ayunan. “Kau ingin melihat Yoona eonni bahagia bukan?”

“Y—ya.”

“Kau pun tahu, kebahagiaan Yoona eonni bukan bersamamu.” Gadis itu sedikit memelankan suaranya, mengangkat kedua bahu dan menghirup angin malam dengan sesak.

“Sebenarnya kau ingin berbicara apa, Kim Youngran?”

“Lupakan Yoona eonni. Hubungan kalian tidak akan berhasil. –Oppa.”

Ini pertama kalinya, sungguh. Youngran memanggil Jongin dengan sebutan Oppa dengan tulus. Gadis itu menatap Jongin yang merunduk.

“Kalau memang Yoona eonni bahagia bersama Chanyeol oppa, kenapa kita harus menghalanginya? Aku dan kau sangat berbeda. Bahkan kita tak punya kemiripan sama sekali sebagai adik-kakak. Tapi setidaknya, kau dan aku sama. Kita sama-sama ingin melihat Yoona eonni bahagia, benar?”

Youngran tersenyum. Ia bangkit dari duduknya; mengambil selangkah maju lantas memeluk Jongin. “Kau kakakku. Yoona eonni pun sama. Aku tak ingin melihat kalian berdua terluka. Aku menyayangi kalian.”

Beberapa detik setelahnya. Youngran kembali ke tempat semula—menyisakkan sebuah senyuman penuh arti di wajah kurusnya. “Sekarang, apakah kau mengerti?”

.

.

“Kembali ke kamarmu, kubilang!”

Chanyeol masih berdiri di tempatnya. Bersikukuh untuk berbicara empat mata dengan sang ayah.

“Tidak. Sebelum kau mendengarkanku, Ayah.”

Sang ayah tertawa. Tangannya terulur meraih secangkir kopi diatas meja kerjanya. Menyesapnya sekali, lantas menaruhnya kembali.

“Ayah.” Chanyeol berbicara. Sang ayah menarik sebuah buku dari laci, sesekali pria itu membenarkan kaca mata nya yang melorot.

“Aku—“ Chanyeol sedikit ragu. “Aku tidak menyukai pertunangan ini. Ayah.”

Sang ayah menghentikan aktifitas membacanya selama beberapa detik. Lantas, ia mengangguk-angguk kecil –mengacuhkan Chanyeol.

“Dengarkan aku, ayah.”

Sang ayah tertawa kembali. “Seharusnya kau yang mendengarkanku. Aku ayahmu.”

Chanyeol mengambil selangkah maju. Ruangan itu begitu sepi dengan lampu yang temaram. Begitu mudah bagi Chanyeol untuk mendengar suara pintu yang berisik –mungkin Minhwa tengah berusaha menguping disana, pikirnya.

“17 tahun aku selalu mendengarkanmu ayah. Tapi ini berbeda. Sungguh, aku tidak menyukai pertunangan ini. Aku tidak mencintai gadis bernama Sooyeon itu Ayah.” Chanyeol kembali berbicara setelah dengan susah payah mencari kata yang tepat untuk ia lontarkan kepada sang ayah. Pria itu mengepalkan tangannya, menarik nafas dengan teratur agar sebisa mungkin tidak meninggikan suaranya pada sang ayah.

Ayahnya mendecih, “Dasar bodoh!.” Katanya tanpa menatap anaknya. “Ini yang terbaik untuk masa depanmu!.”

Chanyeol menggeleng. “Ini bukan untukku. Ini untuk bisnismu. Apa aku benar?”

Sang ayah tertohok sepertinya –pria itu menutup bukunya lantas menaruhnya kembali ke dalam laci. Melepas kacamata yang beberapa kali sempat melorot. Pria dengan janggut tipis itu menatap Chanyeol dengan seksama. Wajahnya datar tanpa ekspresi. “Jauhi gadis itu!.” Katanya tegas.

Chanyeol baru saja akan berbicara ketika sang ayah mendahuluinya. Pria itu terkejut –tentu saja.

“A—apa? Da-darimana ayah tahu?.”

Sang ayah tertawa, ia menarik satu laci lagi tetapi berbeda dengan yang tadi. Chanyeol belum bisa berkata apa-apa hingga saat ayahnya mengeluarkan sebuah amplop coklat lantas menjatuhkan seluruh isinya ke atas meja.

Mulut Chanyeol membuka sepenuhnya, meski ia berdiri sekitar dua meter jauhnya dari tempat sang ayah menatapnya puas; ia melihat dengan jelas. Beberapa foto dirinya bersama Yoona ketika mereka menghabiskan waktu bersama. Chanyeol tidak memegang cermin, tapi dia yakin betul wajahnya sangat pucat kali ini.

“A-ayah..”

“Jangan pikir aku tidak tahu, anakku. Jadi, sebelum aku bertindak lebih sebaiknya kau ja-”

“AKU MENCINTAINYA, AYAH!”

.

.

To be continued.

13 thoughts on “In Your Eyes (Chapter 8)

  1. Setelah sekian lama aku menunggu ffmu ini..
    Akhirnya publish juga..

    Part ini.. Bener2 bikin emosi, galau de el el..
    Masalah nambah 1 lagi.. Dan ini adalah eng ing eeng.. Babenya Chanyeol..
    Hoohh.. Demi apa saya ikutan tegang pas scene terakhir itu..

    Hmm.. Salut bgt sama Youngran..
    Menurutq hubungan dia dgn JongIn itu kelihatannya emng ga baik, dlam artian dia ga akur sama kakaknya, tp sebenrnya dia itu adalah tipe adik yg ga mau nunjukin kasih sayang dia sama kakaknya /gengsi.. Dan Scenex dia sama JongIn itu bikin terharu…

    Dan untuk Yoona.. Hemm. Ngerti bgt deh sama perasaan dia, dia mencoba untuk menghindari Chanyeol, mngkin dia butuh waktu untuk sendiri, tp berharap sih ga lama2 ya, kasian juga sama Chanyeol. Kayaknya udah frustasi gitu..

    Hmm.. Bingung nih, disatu sisi chanyeol masih berusaha untuk meyakinkan Yoona, tp klo boleh nebak dia pasti mikir sm ancaman Ayahnya, yg berarti menjauhi Yoona demi keselamatan Yoona..
    Kayaknya sih.. Jd ga mw berspekulasi dulu, semoga Appanya ga kolot, dn mw membatalin perjodohan tsb. Amiin..

    Mian mian kayaknya komentarq dah panjang bgt kayak kereta api.
    N gaje..
    Heheh.. Ditunggu sekali part selanjutnya..
    Pliiiissss jangan lama2 dooong…
    *kedipkedip* /plaaaakkk

    • Maaf bikin kamu nunggu:(

      Hehe syukur kalo gitu, berarti emosi yg kita maksudkan bisa terasa oleh pembaca:)

      Yap. Setiap adik pasti menyayangi kakaknya. Dan mereka punya cara tersendiri menyampaikan kasih syg mereka kpd sang kakak:)

      Hehe. Mari berharap untuk hubungan chanyoon. Tetap tunggu lanjutan kisah cinta mereka yaa. Kami usahakan chapter selanjutnya di post dalam waktu dekat:) Terimakasih atas apresiasi kamu di setiap komentar kamu:*

  2. huaaa…begitu sulitkah YoonYeol bersatu,, banyak amat sih cobaannya,,hiks
    sooyeon nyebilin bangeet…aishh
    ditunggu lanjutnya,,semoga nanti yoonyeol bisa bersama lagi^^

  3. Huahhhh susah bgt nemu ff ini, aku biasanya baca di exoshidae, tp skrg susah bgt buka nya, gk ngerti akunya, nunggu* ff ini disana, hiks, gk nemu, akhirnya dapat deh blog kamunya. Tp trnyata blm keluar ya lanjutannya.
    ywdh deh gpp, yg penting aku udh tau dimana bisa baca sambungannya hihihi….
    aku suka bgt sama ff kamu jni, ceritanya bnr* gk bisa ditebak, plis update cepat dong, dan jgn lupa buat bnyk romancenya yaaa,,,, hihi
    keep writing and fighting ^^

    • Iyaaa. Blog exoshidae sedang ditutup untuk sementara. Disini kamu bakal dapet update-an ff ini lebih cepet karena ini personal wp.

      Lanjutannya sedang dlm tahap editing. Tetap setia menunggu yaa. Terimakasih atas apresiasi kamu di kolom komentar. Nantikan chapter selanjutnya. Akan kami usahakan untuk update dalam waktu dekat:)

  4. aku baca dari awal, tapi komennya gabung d sini aja ya hehehe

    asli, ini FF mainin emosi. bacanya tuh kya naek roller coster, awalnya santai, nyaman, tapi biz tu… wow. ga tau kudu bahas dari mana lg. keren bgtz

  5. akhirnya yoona tahu juga.. appanya chanyeol jahat bgt deh, semoga hubungan chanyoon tetep berlanjut ya. aku tunggu lanjutannya ya! keep writing. Fighting! sayang loh ff sebagus ini ga dilanjut hehe.. ini bener2 ff favorit aku hehe

    • Yap. Tunggu kami yaaa, eh maksudnya tunggu kelanjutan ff ini terus yaaa=D
      Hehe, thankyou. Tenang aja, ff ini bakal dilanjut kok, sdg dlm tahap editing. Diusahakan akan kami post dlm waktu dekat:)

Tinggalkan Balasan ke LoVeYoOnA Batalkan balasan